Warung Jatiluwih259 - Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estate Indonesia
(REI) Bali memprediksi harga properti di Bali akan mengalami kenaikan hingga 15
persen. Kenaikan itu merupakan imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi yang rencananya berlaku mulai 1 April 2012.
Kenaikan itu membuat harga properti di Bali,
khususnya di sekitar wilayah Denpasar, menjadi semakin mahal. Saat ini, harga
jual tanah di kawasan Denpasar naik hampir 100 persen setiap tahunnya.
"Perbandingan pada tahun 1996 lalu saya
menjual tanah di kawasan Muding, Denpasar Rp17 juta untuk satu unit rumah tipe
70. Sekarang harganya melambung menjadi Rp350 juta sampai Rp400 juta. Jadi
perhitungan tiap tahunnya selalu terjadi kenaikan harga jual sebesar 100
persen," ungkap Ketua DPD REI Bali, Dewa Putu Selawa, Selasa, 13 Maret
2012.
Selawa memperkirakan, kenaikan harga tanah di
Denpasar Bali terjadi karena faktor kondisi lahan yang semakin sedikit.
Berkurangnya kawasan hunian itu akibat banyaknya alih fungsi lahan.
Kenaikan harga tanah juga dipicu terbitnya
ketentuan pembatasan lahan Bali dalam bentuk Perda Nomor 16 Tahun 2009 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bali.
Dalam Perda itu, sejumlah kawasan di Bali tidak
dapat dialihfungsikan menjadi lokasi hunian. Areal itu nantinya hanya boleh
dijadikan kawasan hijau.
Selawa mengungkapkan, hunian yang paling diminati masyarakat rata-rata berjarak 10 km dari pusat kota Denpasar dengan lebar jalan mencapai 6 meter. "Untuk hunian seperti itu, agak sulit saat ini, sehingga alternatif perluasan pasarnya mengarah ke daerah Gianyar dan Tabanan," imbuh Selawa.
Selawa mengungkapkan, hunian yang paling diminati masyarakat rata-rata berjarak 10 km dari pusat kota Denpasar dengan lebar jalan mencapai 6 meter. "Untuk hunian seperti itu, agak sulit saat ini, sehingga alternatif perluasan pasarnya mengarah ke daerah Gianyar dan Tabanan," imbuh Selawa.
Terkait kenaikan harga properti akibat naiknya
harga BBM, Selawa menilai hal itu sebagai respon yang wajar. Alasannya, BBM
sangat mempengaruhi harga semen, ongkos bahan baku bangunan, dan ongkos
buruh.
Dalam situasi seperti saat ini, imbuh Selawa,
sekitar 25 persen pelaku properti di Bali menahan diri untuk menjual lahannya.
Tujuannya, pemilik lahan ingin mendapatkan harga maksimal ketika rencana
kenaikan BBM benar-benar terealisasi.
Sumber : http://bisnis.news.viva.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar