Selasa, 08 Mei 2012

Tradisi Perang Pisang ...Tradisi Unik Desa Tenganan,Karangasem

Tradisi Perang Pisang bisa juga disebut dengan mesabatan biu, tradisi perang pisang terdapat ini di Desa Tenganan Daud Tukad, Kecamatan Manggis, kabupaten Karangasem, berjarak sekitar 60 km arah timur kota Denpasar Bali.
 
Apa yang menarik dari Tradisi Perang Pisang ini? Tradisi Perang Pisang ini dilakukan dalam rangka melakukan pemilihan ketua dan wakil ketua kelompok pemuda di desa ini. Tujuannya ialah untuk melakukan tes dan uji mental kepada para calon yang akan menjadi pemimpin pemuda desa setempat. Mereka harus lulus ujian dalam tradisi ini jika ingin “karier”-nya sebagai tokoh pemuda di Tenganan berjalan dengan mulus.

Prosesnya yakni ada sedikitnya 16 pemuda yang dipilih oleh Kelian adat sebagai lawan dalam perang melawan calon ketua dan wakil ketua oleh kelompok pemuda desa tersebut. Keseluruhan pemuda yang berjumlah 16 orang itu kemudian berkumpul disudut desa, ujung desa yang merupakan tempat mereka untuk mengganti pakaian. Baju mereka diganti dengan pakaian adat, kain kamben, dan udeng.(penutup kepala). Dengan bertelanjang dada mereka bersiap menunggu aba aba untuk menyerang.

Pelaksanaan perang unik sendiri dilaksanakan berbarengan dengan Aci Katiga (upacara pada bulan ketiga dalam sistem penanggalan Tenganan). Sebelum perang dimulai, biasanya para pemuda akan terlebih dulu memetik buah pisang yang akan digunakan dalam berperang. Di ujung jalan yang berlawanan, berdiri dua pemuda yang akan menjadi lawan, mereka adalah calon ketua dan wakil ketua kelompok pemuda desa. 

Para warga desa yang semula berkumpul di Pura Bale Agung ,diminta berjajar di sepanjang jalan yang nantinya akan dilalui oleh kedua pemuda tersebut.  Suasana bertambah semarak karena diiringi oleh suara gamelan khas Bali yang dimainkan para tetua desa.

Upacara puncak dilaksanakan ketika kulkul (kentongan khas Bali) dibunyikan beberapa kali. Setelah Kelian adat memberi aba-aba, para pemuda tadi segera bergegas berjalan dengan langkah setengah berlari menuju Pura Bale Agung. Tepat setengah perjalanan Perang Pisang pun terjadi, dua pemuda calon ketua dan wakil ketua kelompok pemuda desa ini menjadi sasaran utama lemparan, dengan wajah memar-memar, kulit memerah di sejumlah bagian tubuh, mereka harus tetap melangkah menuju pura

Upacara Perang Pisang ini baru dihentikan setelah kedua calon berhasil sampai di pintu gerbang Pura Bale Agung. Begitu kedua calon berhasil lolos masuk pintu gerbang pura, mereka dinyatakan lulus dan berhak dikukuhkan menjadi Ketua dan Wakil ketua pemuda desa tersebut.

Pelaksanaan upacara Perang Pisang diakhiri dengan megibung (makan bersama dalam satu wadah) di Pura Bale Agung yang diikuti semua warga desa. Mereka semua duduk melingkari makanan khas yang telah disiapkan sebelumnya. Tradisi ini untuk menghilangkan rasa permusuhan di antara pemuda desa, ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala yang telah diberikanNya, juga mengajarkan kepada anak-anak rasa toleransi dan kebersamaan dengan harapan agar anak-anak tersebut kelak dikemudian hari tetap menjaga dan melestarikan adat istiadat desa