Pengembangan pariwisata di Bali telah berkontribusi banyak terhadap
kerusakan dan keseimbangan lingkungan khususnya pembangunan pariwisata yang
memanfaatkan lahan pertanian baik lahan basah maupun kering. Dengan pembangunan
sarana-sarana tersebut maka secara otomatis sistem penyaluran atau distribusi
air terhalangi oleh beton-beton yang melintang dengan kokoh di wilayah tersebut
yang mengakibatkan air tidak bisa mengalir dengan baik ke seluruh areal persawahan.
Terhambatnya saluran air di daerah tersebut juga telah mengakibatkan masalah
baru “banjir” khususnya pada musim hujan. Air meluap ke permukaan
saluran-saluran air yang kecil dan tidak lancar dan tumpah ke jalan. Sistem
distribusi air yang dikenal sebagai “subak” dan sawah yang dulunya merupakan
sumber penghasilan utama masyarakat setempat akan punah ditelan jaman dan
derasnya laju pembangunan pariwisata. Melihat fakta ini, mungkinkah lingkungan,
sawah dan subak bisa lestari? Dengan kerusakan ini pula, mungkinkah budaya
luhur masyarakat Bali khususnya pertanian bisa Ajeg?
Permasalahan
yang mungkin masih terjadi di Objek Desa Wisata Jatiluwih-Kabupaten
Tabanan. Keindahan bentang alam persawahan di tempat ini bukan hanya diminati
oleh wisatawan domestik dan manca Negara .
Karena keindahannya, Desa Wisata Jatiluwih dinominasikan sebagai salah satu
warisan alam dunia (world natural heritage) dan merupakan satu-satunya objek
wisata alam yang dinominasikan di Bali.
Fakta yang terjadi di lapangan, warga desa
setempat dan pemilik sawah tersebut belum mendapatkan hasil dan keuntungan dari
kegiatan wisata yang dilakukan di daerahnya. Operator-operator tour yang
menjual paket wisata seperti sightseeing, cycling dan trekking di Desa Wisata
Jatiluwih secara langsung membawa pemandu wisata (tour guide), keperluan
makanan dan minuman dan peralatan kegiatan wisata tersebut dari kantornya
masing-masing sehingga masyarakat lokal sama sekali tidak mendapatkan
keuntungan dan sebaliknya masyarakat lokal hanya menerima sisa-sisa sampah dan
jejak kaki para wisatawan saja.
Mungkin saja para operator tour yang menjual paket wisata ke objek Desa
Wisata Jatiluwih tidak mengetahui bahwa kegiatan pertanian padi sawah yang
mencakup pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan
memerlukan biaya tinggi. Biaya yang dikeluarkan oleh petani tersebut sama
sekali tidak ditanggung oleh para operator tour. Semestinya, para operator tour
yang menjual objek Desa Wisata Jatiluwih memberikan insentif kepada para petani
agar tetap melakukan aktifitas pertanian dan membantu mengurangi beban biaya
yang dikeluarkan petani. Untuk menutupi kekurangan biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan pertanian, beberapa petani sudah mulai mengembangkan sayapnya ke
sektor peternakan ayam. Di sekitar kawasan Desa Wisata Jatiluwih telah tampak
dibangun beberapa kandang ayam yang mengurangi keindahan di objek wisata
tersebut dan tidak menutup kemungkinan bahwa di seluruh areal persawahan
tersebut akan dibagun usaha peternakan ayam juga di masa yang akan datang yang
dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran udara yang disebabkan oleh bau
kotoran ayam tersebut.
World Tourism Organization (WTO) sebenarnya telah menggariskan kebijakan
pengembangan pariwisata berkelanjutan yang menitikberatkan pada tiga hal yaitu
keberlanjutan alam, sosial dan budaya, dan ekonomi. Konsep ini secara jelas
menjabarkan bahwa pengembangan pariwisata tidak boleh merusak alam, lingkungan,
dan lahan terutama lahan pertanian. Agrotourism merupakan model pengembangan
pariwisata memiliki keterkaitan yang erat antara pertanian dan pariwisata.
Bagaimana mensinergikan pertanian dengan pariwisata? Pengembangan
agrotourism merupakan model pengembangan yang tepat dan melengkapi model
pengembagan pariwisata budaya yang dikembangkan sekarang ini di Bali.
Agrowisata merupakan pengembangan pariwisata yang berbasis pertanian, baik
pemanfaatan aktivitas pertanian seperti membajak, menanam padi dan memanen
sebagai objek wisata, daya tarik wisata dan atraksi wisata maupun pemanfaatan
hasil-hasil pertanian seperti beras, sayur dan buah untuk keperluan industri
pariwisata seperti hotel dan restoran di suatu daerah tujuan wisata. Bagus
Agrowisata di Plaga-Kabupaten Badung, merupakan salah satu contoh objek
agrowisata yang memanfaatkan kegiatan pertanian organik sebagai daya tarik
wisatanya. Wisatawan secara langsung bisa melihat beraneka ragam tanaman
(sayuran dan buah) dan aktivitas pertanian yang dilakukan oleh masyarakat lokal
di tempat tersebut. Selain itu, wisatawan juga bisa memetik buah-buahan secara
langsung di sekitar areal Bagus Agrowisata sambil melihat pemandangan
perbukitan yang indah dan menakjubkan. Sedangkan hasil pertaniannya digunakan
untuk kepentingan hotel dan restoran yang secara khusus menjual makanan organik
yang merupakan makanan sehat dan menjadi trend bagi kalangan wisatawan baik
wisatawan domestik maupun manca negara.
Pertanian
sangat memungkinkan untuk disenergikan dengan pariwisata yang diwujudkan dalam
pengembangan agrowisata. Perlu adanya komitmen dari seluruh stakeholder
pariwisata untuk bersama-sama menerapkan kosep pembangunan berkelanjutan atau
di Bali sering disebut sebagai Ajeg Bali yaitu keberlanjutan sumber daya alam,
sosial-budaya, dan pemberian manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar